Tips Memulai Usaha

Minggu, 23 Mei 2010 Minggu, Mei 23, 2010 By renhad

Kunci Kesuksesan Dalam Bisnis 
 
1. Kerja keras, semangat dan dedikasi. Pemilik usaha harus berkomitmen untuk sukses dan bersedia meluangkan waktu dan usaha untuk mewujudkan bisnisnya.

2. Tuntutan pasar belum banyak tersedia. Sebagai contoh bila di satu tempat hanya ada 1 toko roti, maka toko roti lain kemungkinan akan berhasil, dibandingkan dengan apabila di tempat tersebut sudah ada 20 toko roti. Disini pengusaha dituntut untuk jeli melihat pasar.

3. Kompetensi manajerial. Pengusaha kecil yang sukses biasanya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai apa yg harus mereka lakukan. Mereka dapat memperoleh kompetensi melalui training2, pengalaman atau memanfaatkan keahlian orang lain.

4. Keberuntungan. Bagaimanapun keberuntungan tetap berperan menentukan kesuksesan suatu bisnis.

Penyebab Utama Kegagalan dalam Bisnis

Berdasarkan penelitian, 60% dari semua bisnis baru tidak mencapai usia 6 tahun (Business; Griffin & Ebert). Berikut beberapa hal yang mempengaruhi.

1. Kurang kemampuan manajerial atau pengalaman.
Kebanyakan bisnis dimulai oleh orang-orang yang tidak memiliki pengalaman. Banyak orang berpendapat bahwa manajemen adalah “hal umum”, padahal bila para pengusaha tidak tahu bagaimana mengambil keputusan bisnis, kemungkinan besar dalam jangka panjang mereka akan gagal.

2. Lalai. Setelah pembukaan, biasanya para enterprener mundur dan tidak fokus pada bisnisnya. Memulai suatu bisnis membutuhkan suatu komitmen waktu dan kerja keras yang sungguh-sungguh.

3. Kurang kontrol. Sistem kontrol membantu para pengusaha memonitor biaya, tingkat produksi, dll. Bila sistem kontrol tidak menunjukkan kontrol pada tingkat awal, mk para pengusaha akan kesulitan menghadapi masalah besar berikutnya .

4. Modal yang tidak cukup. Suatu bisnis harus memiliki cukup modal untuk dapat bertahan tanpa pemasukan selama 6 bulan. Pemilik bisnis baru hampir pasti akan gagal bila mereka berharap dapat 
membayar semua tagihan di bulan kedua dengan mengandalkan kuntungan di bulan pertama.

Waralaba Skala Kecil

Memulai bisnis baru adalah sesuatu yang berat dan resiko gagal yang besar pula. Sementara membeli usaha yang sudah ada (waralaba) juga sangat berat dalam hal biaya. Bagi calon pengusaha yang belum memiliki pengalaman dan tidak memiliki cukup modal, maka menjadi distributor salah satu produk MLM dapat dijadikan pilihan.

Banyak orang memandang negatif strategi marketing MLM. Padahal sebenarnya bisnis ini hanyalah salah satu bentuk strategi marketing dengan sistem waralaba, tetapi dalam skala kecil & dengan modal yang kecil pula. Masing-masing anggota merupakan distributor resmi yang terikat pada kewajiban tertentu dan juga memiliki kebebasan tertentu sesuai dengan aturan main perusahaan induk. Sama halnya dengan retailer waralaba besar seperti KFC, Mc Donald, atau binatu Laundrette.

Memulai Usaha Kecil Baru

Ada 2 cara mewujudkan suatu usaha bisnis baru :

1. Memulai usaha dari awal
Beberapa pengusaha merasa lebih puas dengan memiliki usaha dan menentukan semuanya sendiri. Mulai dari produk, gaya manajemen, penentuan pemasok dan lain2. Tetapi, resiko kegagalan pun lebih besar dibanding dengan membeli waralaba karena nama perusahaan yang belum dikenal.

2. Membeli usaha yang sudah ada
Yang dimaksudkan dengan membeli di sini adalah membeli lisensi atau waralaba. Bisnis itu sendiri biasanya sudah dikenal orang, kita tinggal melanjutkannya dengan persyaratan yang ditentukan pemilik waralaba. Kekurangan dari membeli usaha ini adalah, pengusaha tidak bebas menentukan produk dan manajemen yang diinginkan. Namun keuntungannya adalah, kemungkinan gagal lebih kecil karena nama mapan yang sudah dimiliki oleh bisnis itu sendiri.

Para konsultan bisnis dan kreditur pada umumnya menyarankan para pengusaha baru yang belum memiliki pengalaman untuk memilih cara yang kedua, karena kemungkinan gagal lebih kecil.

Teknik Shooting dalam Bola Basket

Minggu, Mei 23, 2010 By renhad

Teknik Dalam Melakukan Tembakan Pada Basket

Fade Away
Fade away adalah tehnik yang mendorong badan kebelakang saat melakukan shoot, sehingga menyulitkan defender untuk menghadang bola. tehnik ini lumayan susah dilakukan buat kamu yang baru belajar basket. Bila keseimbangan badan tidak terjaga bisa-bisa terpelanting dan jatuh kebelakang. Pemain NBA yang sering memakai teknik ini adalah sang legenda basket seperti Michael Jordandan Kobe Bryant.

Hook Shoot
Hook adalah tehnik yang sangat efektif bila kamu dijaga oleh orang yang lebih tinggi dari kamu. Yaitu cara menembak dari samping  dengan satu tangan. Jadi jarak antara orang yang menghadang dan kita bias agak jauh. Belakangan tehnik ini sering dipakai oleh Rony Gunawan Satria Muda Britama waktu melawan Garuda Bandung di Final 2009, dan keakuratan mencapat 80%.

Jump Shoot
Merupakan teknik untuk memasukkan bola dengan cara melompat dengan tinggi dan melakukan tembakan dari jauh maupun dekat.


Slam Dunk

Merupakan melompat dengan tinggi untuk memasukkan bola ke keranjang basket. Ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertubuh tinggi.

Bargaining

Minggu, Mei 23, 2010 By renhad

Background

There is no perfect or simple definition of PLEA BARGAINING. Black's Law Dictionary defines it as follows:
"[t]he process whereby the ACCUSED and the PROSECUTOR in a criminal case work out a mutually satisfactory DISPOSITION of the case subject to court approval. It usually involves the defendant's pleading guilty to a lesser offense or to only one or some of the counts of a multi-count INDICTMENT in return for a lighter sentence than that possible for the graver charge."
In practice, PLEA bargaining often represents not so much "mutual satisfaction" as perhaps "mutual acknowledgement" of the strengths or weaknesses of both the charges and the defenses, against a backdrop of crowded criminal courts and court case dockets. Plea bargaining usually occurs prior to trial but, in some jurisdictions, may occur any time before a verdict is rendered. It also is often negotiated after a trial that has resulted in a HUNG JURY: the parties may negotiate a plea rather than go through another trial.
Plea bargaining actually involves three areas of negotiation:
  • Charge Bargaining: This is a common and widely known form of plea. It involves a negotiation of the specific charges (counts) or crimes that the DEFENDANT will face at trial. Usually, in return for a plea of "guilty" to a lesser charge, a prosecutor will dismiss the higher or other charge(s) or counts. For example, in return for dismissing charges for first-degree murder, a prosecutor may accept a "guilty" plea for MANSLAUGHTER (subject to court approval).
  • Sentence Bargaining: Sentence bargaining involves the agreement to a plea of guilty (for the stated charge rather than a reduced charge) in return for a lighter sentence. It saves the prosecution the necessity of going through trial and proving its case. It provides the defendant with an opportunity for a lighter sentence.
  • Fact Bargaining: The least used negotiation involves an admission to certain facts ("stipulating "to the truth and existence of provable facts, thereby eliminating the need for the prosecutor to have to prove them) in return for an agreement not to introduce certain other facts into EVIDENCE.
The validity of a plea bargain is dependent upon three essential components:
  • a knowing WAIVER of rights
  • a voluntary waiver
  • a factual basis to support the charges to which the defendant is pleading guilty
Plea bargaining generally occurs on the telephone or in the prosecutor's office at the courtroom. Judges are not involved except in very rare circumstances. Plea bargains that are accepted by the judge are then placed "on the record" in OPEN COURT. The defendant must be present.
One important point is a prosecuting attorney has no authority to force a court to accept a plea agreement entered into by the parties. Prosecutors may only "recommend" to the court the acceptance of a plea arrangement. The court will usually take proofs to ensure that the above three components are satisfied and will then generally accept the recommendation of the prosecution.
Moreover, plea bargaining is not as simple as it may first appear. In effectively negotiating a criminal plea arrangement, the attorney must have the technical knowledge of every "element" of a crime or charge, an understanding of the actual or potential evidence that exists or could be developed, a technical knowledge of "lesser included offenses" versus separate counts or crimes, and a reasonable understanding of sentencing guidelines.

Pros and Cons

Although plea bargaining is often criticized, more than 90 percent of criminal convictions come from negotiated pleas. Thus, less than ten percent of criminal cases go to trial. For judges, the key incentive for accepting a plea bargain is to alleviate the need to schedule and hold a trial on an already overcrowded DOCKET. Judges are also aware of prison overcrowding and may be receptive to the "processing out" of offenders who are not likely to do much jail time anyway.
For prosecutors, a lightened caseload is equally attractive. But more importantly, plea bargaining assures a CONVICTION, even if it is for a lesser charge or crime. No matter how strong the evidence may be, no case is a foregone conclusion. Prosecutors often wage long and expensive trials but lose, as happened in the infamous O. J. Simpson murder trial. Moreover, prosecutors may use plea bargaining to further their case against a co-defendant. They may accept a plea bargain arrangement from one defendant in return for damaging TESTIMONY against another. This way, they are assured of at least one conviction (albeit on a lesser charge) plus enhanced chances of winning a conviction against the second defendant. For the defendants, plea bargaining provides the opportunity for a lighter sentence on a less severe charge. If represented by private COUNSEL, defendants save the cost for trial and have fewer or less serious offenses listed on their criminal records.

U. S. Supreme Court Cases

Article III, Section 2[3] of the U. S. Constitution provides that "The trial of all crimes, except in Cases of IMPEACHMENT, shall be by Jury." However, it has never been judicially determined that engaging in a plea bargaining process to avoid trial subverts the Constitution. To the contrary, there have been numerous court decisions, at the highest levels, that discuss and rule on plea bargains. The U. S. Supreme Court did not address the constitutionality of plea bargaining until well after it had become an integral part of the criminal justice system.
In United States v. Jackson, 390 U.S. 570 (1968), the Court questioned the validity of the plea bargaining process if it burdened a defendant's right to a jury trial. At issue in that case was a STATUTE that imposed the death penalty only after a jury trial. Accordingly, to avoid the death penalty, defendants were waiving trials and eagerly pleading guilty to lesser charges. Justice Potter Stewart, writing for the majority, noted that the problem with the statute was not that it coerced guilty pleas but that it needlessly encouraged them.
Two years later, the Court actually defended plea bargaining in Brady v. United States, 397 U.S. 742 (1970), pointing out that the process actually benefited both sides of the adversary system. The Court noted that its earlier opinion in Jackson merely required that guilty pleas be intelligent and voluntary. The following year, in Santobello v. New York, 404 U.S. 260 (1971), the Court further justified the constitutionality of plea bargaining, referring to it as "an essential component of the administration of justice." The Court added that '[as long as it is] properly administered, [plea bargaining] is to be encouraged."

The Alford Plea

But the most cited and most familiar Supreme Court case on plea bargaining is North Carolina v. Alford, 400 U.S. 25 (1970). In 1970, North Carolina law provided that a penalty of life IMPRISONMENT would attach to a plea of guilty for a capital offense, but the death penalty would attach following a jury verdict of guilty (unless the jury recommended life imprisonment). Alford faced the death penalty for first-degree murder. Although he claimed innocence on all charges (in the face of strong evidence to the contrary), Alford pleaded guilty to second-degree murder prior to trial. The prosecutor accepted the plea, and he was sentenced to 30 years' imprisonment. Alford then appealed his case, claiming that his plea was involuntary because it was principally motivated by fear of the death penalty. His conviction was reversed on appeal. However, the U. S. Supreme Court held that a guilty plea which represents a voluntary and intelligent choice when considering the alternatives available to a defendant is not "compelled" within the meaning of the Fifth Amendment just because it was entered to avoid the possibility of the death penalty. (Alford had argued that his guilty plea to a lesser charge violated the Fifth Amendment's prohibition that '"No person . . . shall be compelled in any criminal case to be a witness against himself.") The Supreme Court reversed the court of appeals and reinstated Alford's conviction and sentence.
The term "Alford Plea" has come to apply to any case in which the defendant tenders a guilty plea but denies that he or she has in fact committed the crime. The Alford plea is expressly prohibited in some states and limitedly allowed in others. In federal courts, the plea is conservatively permitted for certain defenses and under certain circumstances only.

Plea Bargaining in Federal Courts

The Federal Rules of CRIMINAL PROCEDURE (F.R.Crim.P), and in specific, Rule 11(e), recognizes and codifies the concept of plea agreements. However, because of United States Sentencing Guideline (USSG) provisions, the leeway permitted is very restrictive. Moreover, many federal offenses carry mandatory sentences, with no room for plea bargaining. Finally, statutes codifying many federal offenses expressly prohibit the application of plea arrangements. (See "Sentencing and Sentencing Guidelines.")
Federal criminal practice is governed by Title 18 of the U.S. CODE, Part II (Criminal Procedure). Chapter 221 of Part II addresses arraignments, pleas, and trial. The U. S. Attorney's Manual (USAM) contains several provisions addressing plea agreements. For example, Chapter 9-16.300 (Plea Agreements) states that plea agreements should "honestly reflect the totality and seriousness of the defendant's conduct," and any departure must be consistent with Sentencing Guideline provisions. The Justice Department's official policy is to stipulate only to those facts that accurately represent the defendant's conduct. Plea agreements require the approval of the assistant attorney general if counts are being dismissed, if defendant companies are being promised no further prosecution, or it particular sentences are being recommended (USAM 7-5.611).

Prohibitions and Restrictions

Aside from legal considerations as to the knowing or voluntary nature of a plea, there are other restrictions or prohibitions on the opportunity to plea bargain. In federal practice, U. S. attorneys may not make plea agreements which prejudice civil or tax liability without the express agreement of all affected divisions or agencies (USAM 9-27.630). Moreover, no attorney for the government may seek out, or threaten to seek, the death penalty solely for the purpose of obtaining a more desirable negotiating position for a plea arrangement (USAM 9-10.100). Attorneys are also instructed not to consent to "Alford pleas" except in the most unusual circumstances and only with the recommendation of assistant attorneys general in the subject matter at issue. In any case where a defendant has tendered a plea of guilty but denies that he or she committed the offense, the attorney for the government should make an offer of proof of all facts known to the government to support the conclusion that the defendant is in fact guilty (USAM 9-16.015). Similarly, U. S. attorneys are instructed to require an explicit stipulation of all facts of a defendant's FRAUD against the United States (tax fraud, Medicare/Medicaid fraud, etc.) when agreeing to plea bargain (USAM 9-16.040).

State Provisions

Plea bargaining is not a creature of law: it is one of legal practice. Therefore, state statutes do not create the right to plea bargain, nor do they prohibit it, with one exception. In 1975, Alaska's attorney general at the time, Avrum Gross, banned plea bargaining in Alaska. Although the ban remains officially "in the books," charge bargaining has become fairly common in most of Alaska's courts. Nonetheless, Alaska has not suffered the unmanageable caseloads or backlogged trials that were predicted when the ban went into effect.
If plea bargaining appears at all in state statutes, it is generally in the context of being prohibited or restricted for certain matters or types of cases. For example, many states have prohibited plea bargaining in drunk driving cases, sex offender cases, or those involving other crimes that place the public at risk for repeat offenses or general harm. Another common provision, found in a majority of states, is a requirement that a prosecutor must inform a victim or the victim's survivors of any plea bargaining in a case. In many states, victims' views and comments regarding both plea bargaining and sentencing are factored into the ultimate decisions or determinations.
At least one state (Alabama) has expressly ruled that once a plea bargain is accepted, or there is detrimental reliance upon the agreement before the plea is entered, it becomes binding and enforceable under constitutional law (substantive due process).Ex Parte Hon. Orson Johnson, (Alabama, 1995).

Ringkasan

Minggu, Mei 23, 2010 By renhad

Menulis Ringkasan

Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli. Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat ringkasan adalah tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarangnya.Tujuan membuat ringkasan adalah untuk memahami dan mengetahui isi sebuah karangan atau buku. Latihan membuat ringkasan akan membimbing dan menuntun kamu agar dapat membaca karangan asli dengan cermat dan bagaimana harus menuliskannya kembali dengan tepat.
Beberapa pegangan yang diptrgunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur adalah sebagai berikut.
  • Membaca Naskah Asli
Penulis ringkasan harus membaca naskah asli secara keseluruhan untuk mengetahui kesan umum dan maksud pengarang.

  • Mencatat Gagasan Utama
Semua gagasan utama atau gagasan penting dicatat atau ditandai.
  • Menuliskan Kembali
Penulis menyusun kembali suatu karangan singkat berdasarkan gagasan utama yang telah dicatat.
Berikut contoh ringkasan dari satu halaman bacaan.
Banyak masalah berat yang dihadapi pada awal Repelita I: masalah kurikulum, ketidakseimbangan tingkat dan jenis pendidikan, penampungan murid, dan masalah putus sekolah. Selain itu, kita pun menghadapi kendala lain, yakni kekurangan tenaga pendidik, kurangnya mutu keahlian dnn fasilitas, dan kurangnya kerjasama dan tiadanya sistem informasi.
Kamu dapat berlatih dengan membuat ringkasan dari teks berikut.
Kerawanan Sekolah
Sekolah sebagai tempat pendidikan dan pengajaran bagi para siswa tidak lepas dari berbagai bentuk kerawanan. Bahkan, terkadang kerawanan itu begitu mudah masuk sejalan dengan perkembangan usia para siswa yang juga mulai rawan, terutama usia ABG (anak baru gede). Apalagi jika kontrol dari sekolah tidak ketat dan waspada. Kita sendiri sangat menyesalkan dengan munculnya perilaku negatif pelajar yang biasanya ditunjukkan dalam bentuk perkelahian antarpelajar, penggunaan obat-obat terlarang, serta mulai mencoba-coba pergaulan seks bebas. Jelas, ini jadi tantangan bagi pihak sekolah. walau bagaimana pun, sekolah harus ikut bertanggung jawab menjaga moral para pelajar. Harus diakui, akhir-akhir ini tingkat kualitas penyimpangan yang dilakukan oleh para pelajar semakin meningkat. Berbagai pengaruh budaya barat yang sering kali dipertontonkan secara vulgar di televisi ataupun media intenet turut berperan mempercepat dan meningkatkan kualitas negatif perilaku pelajar. Jika kita hitung, berapa kasus yang muncul setiap hari akibat perilaku pelajar yang tidak terpuji, dan itu yang terjadi di lingkungan sekolah. Beberapa gejala kerawanan yang sering tampak di lingkungan sekolah, di antaranya membolos, merusak sarana sekolah, menentang terhadap guru, perkelahian, bahkan terjadi pelecehan dan penganiayaan. Masalah kerawanan sekolah ini menjadi persoalan serius. Penanggulangannya tentu tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak sekolah. Unsur-unsur di luar sekolah pun harusnya turut berperan, terutama unsur keluarga. Menurut beberapa pakar, ada beberapa jenis penyimpangan yang dapat dikategorikan sebagai kerawanan sekolah. Di antaranya sebagai berikut:
Pertama, perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum atau perbuatan antisosial, seperti berada di tempat-tempat hiburan atau pusat perbelanjaan saat jam belajar dan perilaku buruk yang dilakukan secara kolektif. Biasanya pelajar usia remaja mulai membentuk kelompok-kelompok ("gank") sebagai bentuk pencarian identitas dan menunjukkan eksistensinya di lingkungan masyarakat.
Kedua,perbuatan-perbuatan yang melanggar hak-hak orang lain yang bersifat kebendaan, seperti mengambil barang milik sekolah, teman sekolah, atau pun milik umum; dan melakukan pemerasan di lingkungan sekolah dan luar sekolah. Pemerasan adalah segala tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan melakukan penekanan terhadap orang lain. Biasanya pemerasan terjadi oleh pelajar yang merasa diri lebih "kuat" terhadap pihak yang lebih "lemah".
Ketiga, perbuatan-perbuatan dengan pelanggaran hukum berat, seperti kasus pembunuhan
oleh pelajar. Hal ini sudah banyak terjadi ketika para pelajar terlibat pengeroyokan atau perkelahian antarpelajar. Untuk kasus ini, jelas sekolah harus melibatkan pihak kepolisian
untuk memberikan efek jera. Berbagai kemungkinan kerawanan sekolah tersebut harus selalu diwaspadai. Banyaknya jumlah siswa di satu sekolah menunjukkan banyaknya pula karakter yang harus dipahami. Belum lagi latar belakang mereka berbedabeda. Tidak semua siswa berlatar belakang dari keluarga yang harmonis. Begitu juga tidak semua siswa berlatar belakang dari lingkungan masyarakat yang agamis. Adapun pihak sekolah dapat melakukan penanggulangan. Meski penanggulangannya tidak sesederhana yang dibayangkan, tetapi setidaknya kita mempunyai usaha dan terus memikirkan pemecahannya. Pertama, penanggulangan jangka pendek. Penanggulangan ini meliputi meningkatkan pengawasan terhadap tata teftib sekolah, meningkatkan fungsi dan peranan Bimbingan dan Penyuluhan (BP), menjalin hubuhgan dan kerja sama antarsekolah dengan pihak orangtua dan masyarakat, tidak menerima sembarang tamu yang ada hubungannya dengan siswa, berhati-hati dalam menerima siswa pindahan, melakukan pendekatan secara individual, baik oleh guru BP maupun guru bidang studi, melakukan operasi mendadak terhadap kelas-kelas secara terprogram, dan memberikan sanksi yang tegas dan jelas terhadap segala pelanggaran dan pelaku kerawanan. Kedua, penanggulangan jangka menengah. Penanggulangan ini meliputi meningkatkan kegiatan ekstrakulikuler sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sekolah, menyelenggarakan ceramah-ceramah agama secara rutin, mewajibkan siswa untuk mengikuti acara pengajian-pengajian atau kegiatan positif lain di daerahnya. Ketiga, penanggulangan jangka panjang. Penanggulangan ini meliputi mengimbau kepada pemerintah melalui Depdiknas untuk menertibkan lokasi sekolah-sekolah secara terprogram menghimbau kepada pemerintah supaya menambah sarana untuk penyaluran bakat dan minat para pelajar, mengimbau supaya setiap sekolah mempunyai dokter jaga untuk memeriksa siswa yang sakit atau sering sakit di sekolah (meminta obat pusing), mengimbau agar pemerintah bersedia membatasi tayangan-tayangan televisi yang berbau pornografi, pornoaksi, dan tindak kekerasan, serta mengimbau kepada para orang tua untuk lebih intensif memerhatikan putra-putrinya yang sedang beranjak dewasa.
Karya Ismail Kusmayadi, S.Pd.

Buku pengetahuan populer berisi tentang wawasan pengetahuan yang harus diketahui oleh masyarakat umum. Jadi, apabila membutuhkan informasi pengetahuan umum tentang hal tertentu, kamu bisa membaca buku pengetahuan populer yang bidangnya sesuai. Agar lebih mudah memahami isi bacaan dari buku pengetahuan populer, alangkah baik jika kamu menulis rangkuman setelah membaca buku tersebut. Dalam menulis rangkuman isi buku, hal yang harus kamu perhatikan ialah butir-butir pokok yang berisi pengetahuan yang kamu butuhkan.

Sistem Peradilan Internasional

Minggu, Mei 23, 2010 By renhad

Pengertian Sistem Peradilan Internasional

Sistem peradilan internasional adalah salah satu proses yang menjelaskan tentang hubungan peradilan yang bekerja sama secara luas dengan bangsa lain. Karena sisrtem peradilan internasional bersikap luas, maka masyarakat pun juga mengambil andil di dalam pelaksanaannya. 

      Tujuan utama, yakni mengetahui peradilan internasional secara luas. Selain itu Negara Indonesia juga bisa mengambil contoh peradilan di Negara-negara  lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, hukum di negara Indonesia menjadi lemah atau tidak menjunjung tinggi keadilan di dalam hukum.
    Kata sistem dalam kaitannya dengan peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-kompenen tersebut terdiri dari mahkamah internasional, mahkamah pidana internasional dan panel khusus dan spesial pidana internasional.
      Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.
      Dengan demikian tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum, keadilan dan institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom.         Perkembangan demikian ini menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin komplek. Dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya.
      Sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat terikat pada bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya.
      Menurut Wolfgang Friedmann perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang berubah meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common law), perubahan di dalam menafsirkan hukum perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik umpamanya dalam masyarakat industri moderen, perubahan pembatasan hak milik yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke ansuransi, perubahan dalam jangkauan ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain.

Shalat Jenazah

Minggu, Mei 23, 2010 By renhad

Shalat Jenazah

Shalat jenazah yang didalamnya terdapat rukun shalat, doa shalat jenazah, dan tata cara shalat jenazah, adalah shalat yang dikerjakan sebagai rangkaian penguburan seorang muslim yang meninggal. Dalam shalat jenazah, tidak terdapat ruku', sujud, maupun iqamah. Sehingga dalam pelaksanaannya, shalat jenazah tidak memerlukan ruangan yang luas. Dan berikut ini penjelasan yang lebih mendetail tentang shalat jenazah yang berhasil penulis himpun dari berbagai sumber:

Rukun Shalat Jenazah

Rukun adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan suatu hal yang jika salah satunya tidak dipenuhi, maka seluruh rangkaian hal yang dikerjaan menjadi tidak sah. Misalnya di dalam shalat fardhu salah satunya adalah takbiratul ikhram, maka jika tidak dilaksanakan seluruh rangkaian shalat fardhu menjadi tidak sah. Adapun mengenai shalat jenazah, berbagai sumber yang penulis dapatkan menyebutkan rukun shalat jenazah adalah seperti yang tertulis di bawah ini. Namun rukun shalat jenazah yang "berdiri bila mampu" tidak penulis temukan hadits yang secara tegas mengatakannya. Sehingga penulis lebih sepakat bahwa hal-hal berikut ini termasuk ke dalam tata cara shalat jenazah.


1. Niat
Niat ini penting mengingat sabda nabi:
"Innama a'malu binniat"
yang artinya kira-kira "sesungguhnya amalan itu di nilai berdasarkan niatnya". Apalagi dalam amal ibadah seperti shalat jenazah, tentunya kita juga harus berniat sebelum melakukan shalat jenazah. Namun penulis belum pernah menemukan satu sumber pun yang menyatakan bahwa niat harus di ucapkan secara lisan. Oleh karena itu penulis lebih condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa niat hanya di ucapkan di dalam hati.

2. Berdiri bila mampu.
Sebagian sumber yang penulis dapatkan menyebutkan rukun ini. Namun sampai tulisan ini dibuat, penulis belum menemukan apakah hal ini termasuk ke dalam rukun shalat jenazah.

3. Mengucap takbir 4 kali dengan bacaan2 doa didalamnya
Terdapat hadits dari Hakim secara jelas yang menyebutkan hal ini.

4. Membaca taawudz yang dilanjutkan dengan membaca surah Al Fatihah
5. Membaca doa untuk mayit
Terdapat hadits riwayat muslim yang menjelaskan hal ini
6. Mengucap salam

Doa shalat jenazah

Doa shalat jenazah adalah bacaan yang dibaca di dalam shalat jenazah.

  • Setelah takbir pertama yang di baca adalah Ta'awudz (a'udzubillahiminassyaitonirrojim) dilanjutkan surah Al Fatihah.
  •  Setelah takbir kedua adalah shalawat kepada nabi. Shalawat nabi adalah bacaan Allohuma Shali'ala Muhammad wa'ala ali Muhammad ~ sampai ~ innaka hamidummajiid. Beberapa sumber menyebutkan bahwa "Allohuma Shali'ala Muhammad" saja boleh.
  •  Setelah takbir ketiga membaca do'a untuk si mayit sebagai berikut ini:


Artinya: Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkanlah dia, ampunilah kesalahannya, muliakanlah kematiannya, lapangkanlah kuburnya, cucilah dosa-dosanya dengan air, es dan embun, bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan pakaian yang putih dari segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, gantilah istrinya dengan istri yang lebih baik, masukkan di ake dalam surga, hindarkan dia dari siksa kbur dan siksa neraka
Doa diatas berdasarkan pada hadits riwayat muslim.

  • Dan setelah takbir keempat membaca doa ini:
"Allahumma laa tahrimnaa ajrohu walaa taftinna ba'dahu waghfirlanaa walahu."
Artinya:
"Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia."
Lafadz doa diatas sangat banyak penulis temukan di berbagai artikel yang membahas tentang shalat jenazah. Sayangnya dari sumber-sumber tersebut tidak menyebutkan hadits dari lafadz doa tersebut.

Reaksi Redoks

Minggu, Mei 23, 2010 By renhad

Menulis Persamaan Ion Untuk Reaksi REDOKS


Berikut akan dijelaskan bagaimana mengerjakan setengah-reaksi elektron untuk proses oksidasi dan reduksi, kemudian bagaimana menggabungkan setengah-reaksi tersebut untuk mendapat persamaan ion untuk reaksi redoks secara utuh. Ini merupakan pelajaran yang penting dalam kimia anorganik.
Setengah-Reaksi Elektron
Apakah setengah-reaksi elektron?
Ketika magnesium mereduksi tembaga(II)oksida dalam suhu panas menjadi tembaga, persamaan ion untuk reaksi itu adalah:

Kita dapat membagi persamaan ion ini menjadi dua bagian, dengan melihat dari sisi magnesium dan dari sisi ion tembaga(II) secara terpisah. Dari sini terlihat jelas bahwa magnesium kehilangan dua elektron, dan ion tembaga(II) yang mendapat dua elektron tadi.

Kedua persamaan di atas disebut “setengah-reaksi elektron” atau “setengah-persamaan” atau “setengah-persamaan ionik” atau “setengah-reaksi”, banyak sebutan tetapi mempunyai arti hal yang sama.
Setiap reaksi redoks terdiri dari dua setengah-reaksi. Pada salah satu reaksi terjadi kehilangan elektron (proses oksidasi), dan di reaksi lainnya terjadi penerimaan elektron (proses reduksi).
Mengerjakan setengah-reaksi elektron dan menggunakannya untuk membuat persamaan ion

Pada contoh di atas, kita mendapat setengah-reaksi elektron dengan memulai dari persamaan ion kemudian mengeluarkan masing-masing setengah-reaksi dari persamaan tersebut. Itu merupakan proses yang tidak benar.
Pada kenyataannya, kita hampir selalu memulai dari setengah-reaksi elektron dan menggunakannya untuk membuat persamaan ion.
Contoh 1: Reaksi antara klorin dan ion besi(II)
Gas klorin mengoksidasi ion besi(II) menjadi ion besi(III). Pada proses ini, klorin direduksi menjadi ion klorida. Sebagai permulaan kita buat dahulu masing-masing setengah-reaksi.
Untuk klorin, seperti kita ketahui klorin (sebagai molekul) berubah menjadi ion klorida dengan reaksi sebagai berikut:

Pertama, kita harus menyamakan jumlah atom di kedua sisi:

Penting untuk diingat, jumlah atom harus selalu disamakan dahulu sebelum melakukan proses selanjutnya. Jika terlupa, maka proses selanjutnya akan menjadi kacau dan sia-sia.
Kemudian untuk menyempurnakan setengah-reaksi ini kita harus menambahkan sesuatu. Yang bisa ditambah untuk setengah-reaksi adalah:
* Elektron
* Air
* Ion hidrogen (H+) (kecuali jika reaksi terjadi dalam suasana basa, jika demikian yang bisa ditambahkan adalah ion hidroksida (OH-)
Dalam kasus contoh di atas, hal yang salah pada persamaan reaksi yang kita telah buat adalah muatannya tidak sama. Pada sisi kiri persamaan tidak ada muatan, sedang pada sisi kanannya ada muatan negatif 2 (untuk selanjutnya disingkat dengan simbol : 2-).
Hal itu dapat dengan mudah diperbaiki dengan menambah dua elektron pada sisi kiri persamaan reaksi. Akhirnya didapat bentuk akhir setengah-reaksi ini:

Proses yang sama juga berlaku untuk ion besi(II). Seperti telah diketatahui, ion besi(II) dioksidasi menjadi ion besi(III).

Jumlah atom dikedua sisi telah sama, tetapi muatannya berbeda. Pada sisi kanan, terdapat muatan 3+, dan pada sisi kiri hanya 2+.
Untuk menyamakan muatan kita harus mengurangi muatan positif yang ada pada sisi kanan, yaitu dengan menambah elektron pada sisi tersebut:

Mengabungkan setengah reaksi untuk mendapat persamaan ion untuk reaksi redoks
Sekarang kita telah mendapatkan persamaan dibawah ini:

Terlihat jelas bahwa reaksi dari besi harus terjadi dua kali untuk setiap molekul klorin. Setelah itu, kedua setengah-reaksi dapat digabungkan.

Tapi jangan berhenti disitu! Kita harus memeriksa kembali bahwa semua dalam keadaan sama atau setara, baik jumlah atom dan muatannya. Sangat mudah sekali terjadi kesalahan kecil (tapi bisa menjadi fatal!) terutama jika yang dikerjakan adalah persamaan yang lebih rumit.
Pada persamaan terakhir, terlihat bahwa tidak ada elektron yang diikutsertakan. Pada persamaan terakhir ini, di kedua sisi sebenarnya terdapat elektron dalam jumlah yang sama, jadi saling meniadakan, dapat dicoret, dan tidak perlu ditulis dalam persamaan akhir yang dihasilkan.
Contoh 2: Reaksi antara hidrogen peroksida dan ion manganat(VII)
Persamaan reaksi pada contoh 1 merupakan contoh yang sederhana dan cukup mudah. Tetapi teknik atau cara pengerjaannya berlaku juga untuk reaksi yang lebih rumit dan bahkan reaksi yang belum dikenal.
Ion manganat(VII), MnO4-, mengoksidasi hidrogen peroksida, H2O2, menjadi gas oksigen. Reaksi seperti ini terjadi pada larutan kalium manganat(VII) dan larutan hidrogen peroksida dalam suasana asam dengan penambahan asam sulfat.
Selama reaksi berlangsung, ion manganat(VII) direduksi menjadi ion mangan(II).
Kita akan mulai dari setengah-reaksi dari hidrogen peroksida.

Jumlah atom oksigen telah sama/ setara, tetapi bagaimana dengan hidrogen?
Yang bisa ditambahkan pada persamaan ini hanyalah air, ion hidrogen dan elektron. Jika kita menambahkan air untuk menyamakan jumlah hidrogen, jumlah atom oksigen akan berubah, ini sama sekali salah.
Yang harus dilakukan adalah menambahkan dua ion hidrogen pada sisi kanan reaksi:

Selanjutnya, kita perlu menyamakan muatannya. Kita perlu menambah dua elektron pada sisi kanan untuk menjadikan jumlah muatan di kedua sisi 0.

Sekarang untuk setengah-reaksi manganat(VII):
Ion manganat(VII) berubah menjadi ion mangan(II).

Jumlah ion mangan sudah setara, tetapi diperlukan 4 atom oksigen pada sisi kanan reaksi. Satu-satunya sumber oksigen yang boleh ditambahkan pada reaksi suasana asam ini adalah air.

Dari situ ternyata ada tambahan hidrogen, yang juga harus disetarakan. Untuk itu, kita perlu tambahan 8 ion hidrogen pada sisi kiri reaksi.

Setelah semua atom setara, selanjutnya kita harus menyetarakan muatannya. Pada tahapan reaksi diatas, total muatan disisi kiri adalah 7+ (1- dan 8+), tetapi pada sisi kanan hanya 2+. Jadi perlu ditambahkan 5 elektron pada sisi kiri untuk mengurangi muatan dari 7+ menjadi 2+.

Dapat disimpulkan, urutan pengerjaan setengah reaksi ini adalah:
  • Menyetarakan jumlah atom selain oksegen dan hidrogen.
  • Menyetarakan jumlah oksigen dengan menambah molekul air (H2O).
  • Menyetarakan jumlah hidrogen dengan menambah ion hidrogen (H+).
  • Menyetarakan muatan dengan menambah elektron.
Menggabungkan setengah-reaksi untuk membuat persamaan reaksi
Kedua setengah-reaksi yang sudah kita dapat adalah:

Supaya dapat digabungkan, jumlah elektron dikedua setengah-reaksi sama banyak. Untuk itu setengah-reaksi harus dikali dengan faktor yang sesuai sehingga menghasilkan jumlah elektron yang setara. Untuk reaksi ini, masing-masing setengah reaksi dikalikan sehingga jumlah elektron menjadi 10 elektron.

Tapi kali ini tahapan reaksi belum selesai. Dalam hasil persamaan reaksi, terdapat ion hidrogen pada kedua sisi reaksi.

Persamaan ini dapat disederhanakan dengan mengurangi 10 ion hidrogen dari kedua sisi sehingga menghasilkan bentuk akhir dari persamaan ion ini. Tapi jangan lupa untuk tetap memeriksa kesetaraan jumlah atom dan muatan!

Sering terjadi molekul air dan ion hidrogen muncul di kedua sisi persamaan reaksi, jadi harus selalu diperiksa dan kemudian disederhanakan.
Contoh 3: Oksidasi etanol dengan kalium dikromat(VI) suasana asam
Tehnik yang telah dijelaskan tadi dapat juga digunakan pada reaksi yang melibatkan zat organik. Larutan kalium dikromat(VI) yang diasamkan dengan asam sulfat encer dapat digunakan untuk mengoksidasi etanol, CH3CH2OH, menjadi asam etanoat, CH3COOH.
Sebagai oksidator adalah ion dikromat(VI), Cr2O72-, yang kemudian tereduksi menjadi ion kromium (III), Cr3+.
Pertama kita akan kerjakan setengah-reaksi etanol menjadi asam etanoat.
- Tahapan reaksi seperti contoh sebelumnya, dimulai dengan menulis reaksi utama yang terjadi, yang diketahui dari soal.

- Setarakan jumlah oksigen dengan menambah molekul air pada sisi kiri:

- Tambahkan ion hidrogen pada sisi kanan untuk menyetarakan jumlah hidrogen:

- Selanjutnya, setarakan muatan dengan menambah 4 elektron pada sisi kanan sehingga menghasilkan total muatan nol pada tiap sisi:

Setengah reaksi untuk dikromat(VI) agak rumit dan jika tidak teliti dapat menjebak:
- Buat persamaan reaksi utama:

- Setarakan jumlah kromium. Hal ini sering dilupakan, dan jika ini terjadi akan fatal, karena hasil reaksi selanjutnya akan salah. Jumlah muatan akan salah, faktor pengali yang digunakan juga akan salah. Sehingga keseluruhan persamaan reaksi akan salah.

- Kemudian setarakan oksigen dengan menambah molekul air:

- Setarakan jumlah hidrogen dengan menambah ion hidrogen:

- Selanjutnya setarakan muatannya. Tambah 6 elektron pada sisi kiri sehingga jumlah muatan menjadi 6+ pada tiap sisi.

Menggabungkan setengah-reaksi untuk mendapat persamaan reaksi
Sejauh ini setengah reaksi yang telah kita dapat adalah:

Untuk menyelesaikan persamaan ini kita harus mengubah jumlah elektron, dengan jumlah terkecil yang dapat habis dibagi 4 dan 6, yaitu 12. Jadi faktor pengali untuk persamaan ini adalah 3 dan 2.

Dapat dilihat ada molekul air dan ion hidrogen pada kedua sisi persamaan. Ini dapat disederhanakan menjadi bentuk akhir persamaan reaksi:


Sumber: http://www.chem-is-try.org